Ranupani menurutku desa yang terisolir, desa yang termasuk wilayah kecamatan Senduro kabupaten Lumajang itu hanya bisa di capai melalui Ngadas dan Senduro yang sama sama bermedan sulit, melalui Ngadas adalah jalur melipir bibir kaldera Bromo disisi timur dengan kondisi selalu berkabut dan jalur yang katanya extreem banget dengan total jalan makadamnya, sementara melalui Senduro adalah menembus lebatnya belantara hutan konservasi Bromo Tengger Semeru yang lembab, sempit, serem & masih perawan.
Sepanjang pengamatanku saat berada disana akses ke Ranupani kebanyakan dari Ngadas, dagang jajanan, motor & beberapa kendaraan pengangkut sayur serta truk pengangkut pupuk masuknya melalui Ngadas, sementara ketika aku melewati jalanan ditengah hutan menuju Senduro itu aku hanya berpapasan dengan 5 kendaraan bermotor, 2 diantaranya kuperkirakan pendaki semeru sedang 3 lainnya pastilah penduduk Ranupani.
Melewati kawasan hutan sepanjang 30 Km ini aku merasakan kondisi hutan purba, itu terlihat dari pepohonannya yang sangat tua dan berdiameter besar, pakis serta lumut bergelantungan di dahannya, tak seorangpun pemburu atau perambah yang kutemui terkecuali 2 orang penduduk Ranupani yang lagi bertugas sebagai pekerja sosial membersihkan tanah longsoran yang menutupi jalan, itu sudah jarak sekitar 20 km dari desa Ranupani, aku sempat dialog dengan mereka semula kukira petugas Perhutani tetapi nyatanya mereka penduduk desa yang ditugaskan ketua RTnya untuk membersihkan jalur itu, setiap warga sudah ditentukan bagian tanggung jawabnya, itu juga kuketahui dari dipasangnya nama nama mereka disepanjang jalan yang rusak dengan jarak perorang 20an meter, aku mengerti setelahnya kenapa penduduk Ranupani begitu perhatian dengan jalan yang saat kulewati dibeberapa tempat kondisinya tertutup longsoran tanah itu dikarenakan penduduk Ranupani mempergunakan akses itu untuk kepentingan ekonomi perdagangan hasil-hasil pertanian terutama sayur mayur.
Bagiku hutan ini adalah hutan terlebat dan terpanjang yang pernah kumasuki, jauh lebih lebat ketimbang Tahura M Suryo di Cangar Malang, disini sempat kulihat sekumpulan monyet hitam, namun aku tidak sempat mengabadikannya karena mereka begitu cepat menghilang di balik rerimbunan & sepertinya kurang akrab dengan manusia, aku sempat kepikiran, hutan selebat ini pastilah ada binatang buasnya seperti macan tutul jawa atau macan kumbang yang umumnya ditemukan di beberapa hutan konservasi pegunungan di Pulau Jawa, tetapi jangan khawatir, sudah jadi kebiasaanku untuk tidak sarapan dengan daging & menghindari mandi pagi kalau mau masuk hutan, itu supaya bau khas manusia tetap terjaga, macan tidak suka bau manusia, manusia bau kambing itu bukan karena jarang mandi akan tetapi karena doyan sate kambing, heheheee....
Habis track hutan tersebut perasaan lega akan terasa begitu palang batas cagar alam terbaca, artinya aku sudah sampai di dunia peradaban lagi & akan berjumpa dengan aktifitas penduduk dan warung buat beli beli sesuatu, desa pertama adalah desa Burno kemudian disusul desa desa lainnya hingga terakhir tibalah aku di pasar kecamatan Senduro, tepat jam 12, makan siangpun digelar, kali ini boleh makan daging sepuasnya, karena nanti macan hutan Jember walaupun lebih liar & beringas namun dengan manusia jauh lebih bisa diajak kompromi & mengerti satu sama lain.
Track hari ini berakhir di Maesan, setelah petang ini kami nikmati 3 potong ayam crispy di Jalan Slamet Riyadi Jember 18 Km menuju Maesan, dan sepanjang perjalanan aku diguyur hujan lebat dengan LPJ mati.
Ranupani
tempat sesajen suku Tengger
Pura disamping danau,
Danau Ranupani ini semula kukira tempat yang indah
nyatanya sangat jorok dan menjijikkan,
dikarenakan banyak sampah serta limbah penduduk
perumahan mengalir ke danau ini,
air danau ini dan pura disebelahnya adalah sumber patirtan
setiap upacara di pura Semeru Agung Lumajang
Lautan Pasir
Bukit Teletubies - Jampang
Ranupani
tempat sesajen suku Tengger
Pura disamping danau,
Danau Ranupani ini semula kukira tempat yang indah
nyatanya sangat jorok dan menjijikkan,
dikarenakan banyak sampah serta limbah penduduk
perumahan mengalir ke danau ini,
air danau ini dan pura disebelahnya adalah sumber patirtan
setiap upacara di pura Semeru Agung Lumajang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar