Selasa, 10 Desember 2013

MENGAYUH PEDAL KE NEGERI KAHYANGAN

Gak Mau kalah sama Anuman...., ini bagian dari cita-cita awal tahun kemaren untuk menaklukkan 5 akses jalan tertinggi di Jawa Tengah dan Jawa Timur sekaligus dalam satu paket kayuhan, namun kita hanya bisa berencana kuasa Tuhan jualah yang menentukan, banjir besar di Semarang kala itu menyebabkan pengiriman sepeda akan telat 4 hari dari biasanya, itupun baru perkiraan jika saja airnya beranjak surut, sementara jatah libur dibatasi adanya, jadilah Malang kembali dijadikan pijakan kaki buat taklukkan  3 puncak di Jatim, Kelud, Bromo serta Ijen sehingga keseluruhan jalan perkotaan, hutan  & pegunungan Jatim sudah dituntaskan, tinggal satu lagi yang belum, Tretes....!!


Dieng, merupakan dataran tinggi  tertinggi ke dua didunia setelah Tibet - Nepal, berada di ketinggian 6.802 kaki atau antara 2.000-2400 mdpl, masuk wilayah kabupaten Wonosobo, pada musim kemarau (Juli & Agustus) suhu udara bisa mencapai nol derajat celcius, berdasarkan etimology, nama Dieng berasal dari gabungan dua kata "di" yang berarti tempat dan "Hyang" yang bermakna Dewa, jadilah suatu daerah di pegunungan yang menjadi tempat bersemayamnya para Dewa, Surga Dieng, pada masa kerajaan Chandra Gupta Shidapala oleh umat Hindu Dieng diyakini sebagai poros dunia, ketika itu Sanghyang Jagadnatha memindahkan gunung kosmic Mahameru dari India ke gunung Dieng dan jadilah Dieng sebagai pusat pemerintahan dan surga para Hyang, ke tempat itulah pedal hendak di kayuh....


Menaklukkan Dieng dari Jogjakarta, ke Jawa Tengah tanpa singgah di Jogjakarta dan Solo tentu ibarat makan sayur tanpa garam, kurang menggigit, menjadikan kota Seni & budaya Jogja sebagai titik start adalah sebuah keputusan tepat, dimulai dari terminal bus Guyangan, menuju tempat ekspedisi sepeda, lalu GO AHEAD ke keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, jalan jalan ke Malioboro, makan Gudeg di Jln Sultan Agung dekat Pakualaman, selanjutnya tancap menuju kota belanja Solo sebelumnya mampir dulu photo-photoan di candi tercantik di dunia yang ketinggiannya mengalahkan Borobudur, Prambanan yang merupakan candi pemujaan Trimurti Brahma Wisnu Siwa di Sleman, masih wilayah Jogja, terus berkunjung ke sentra batik BTC (Beteng Trade Centre) atau PGS (Pusat Grosir Solo) siapa tau ketemu SPG cantik nan Ayu, lalu ke Keraton Surakarta Hadiningrat, makan malam Nasi Liwet Bu Wongso di Jln Tengku Umar dan pergi tidur di Solo Paragon (Complimentary dr Tauzia), itulah serangkaian kegiatan awal xpdc kita kali ini, tak lebih dari 85,5 Km.

Di hari kedua baru adrenalin mulai dipacu, track membelah dua punggung gunung Merapi dan Merbabu, melalui kota Boyolali dengan kultur tanjakan dan tikungan tajam yang oleh penduduk setempat dijuluki belokan Irung Petruk sejauh 49Km dan akan berakhir pada tanjakan dengan elevasi 30 derajat Selo Pass (1770) , Selo Pass di dusun Plalangan merupakan gerbang pendakian gunung Merapi, siapa tau ketemu pendaki lain atau malah dapat pemandu gratis, Jika demikian adanya maka dipastikan akan ngecamp disini hingga malam, jam 1 dinihari merangkak naik saat sunrise diharapkan sudah masuk Pasar Bubrah, post terakhir 1 Km menuju Puncak Garuda, Why not.....? butuh 5 jam naik dan 4 jam untuk kembali turun. 

Balik dari tempat ini sasaran berikutnya adalah Magelang, melalu Ketep Pass (1200) merupakan salah satu obyek wisata unggulan kabupaten Magelang,dari gardu pandang Ketep Pass ini kita bisa menikmati panorama atraktif 5 gunung dari satu tempat yaitu gunung Merapi, gunung Merbabu, gunung Selamet, gunung Sindoro & gunung Sumbing, kita juga akan disuguhi sederetan pegunungan kecil seperti Telomoyo, Dieng, Andong serta perbukitan Menoreh, Ketep Pass berjarak  35,9 Km dari Selo Pass atau 26,2 Km dari kota Magelang, jika tidak disertai acara pendakian Merapi di hari kedua ini total jarak yang akan ditempuh adalah sejauh 113 Km, perjalanan naik turun yang akan menguras habis fisik & mental kita & pastinya kita baru akan masuk kota Magelang hingga larut malam.


Pagi berikutnya agenda kita adalah melihat Borobudur di kecamatan Mungkid, dari sini akan menuju Dieng lewat Wonosobo, melalui Jln Diponegoro-Wuwuharjo, Jln Kreteg-Wonosobo, Jln Wonosobo-Parakan berakhir nembus di jln S. Parman kota Wonosobo, Hingga Wonosobo jarak tempuh sudah mencapai 71,1 Km, mungkin Wonosobo (2250) bisa buat alternative menginap menghindari kabut yang biasanya sudah akan menutupi jalanan menjelang sore atau menghindari dingin malam menusuk tulang di Dieng, dari Wonosobo menuju Dieng Plateu hanya berjarak 25,8 Km, jika ditempuh dipagi hari rasanya menikmati perjalanan ke Dieng akan lebih afdol, tidak tergesa gesa, tapi selebihnya lagi-lagi hanya kondisi fisik jualah yang paling menentukan, jika waktu memungkinkan maka menginap di Dieng tidur dengan sleeping bag dengan tungku pemanas ruangan juga memberikan sensasi tersendiri.

Di Dieng tentu banyak agenda yang bisa kita buat, diantaranya.....


kawah

Perkebunan

danau 3 warna

tracking ke Puncak Sikunir


ato...keep on pedals

Sepertinya akan butuh extension barang sehari di Dieng, hitung-hitung buat pelemasan sebelum akhirnya melanjutkan petualangan kembali, sasaran berikutnya adalah puncak Telomoyo (1894), seperti ini kira-kira wujudnya...
gunung Telomoyo


manchaff thaa.....???

Rawa Pening

sepertinya puncak Telomoyo (Telomaya) adalah tidur terakhir kita diatas awan, dari puncak Telomoyo ini,
Memandangi hamparan danau Rawa Pening  nan bening dibawah sana, sepertinya akan membuatkuku terkenang keberadaan seorang wanita cantik dari  desa Ngasem bernama Endang Sawitri, karena suaminya punya hobby nyeleneh (bertapa) jadinya sering ditinggal pergi untuk waktu yang sangat lama, sebagai seorang wanita pastinya dia merasa sagat kesepian dan butuh belaian kasih sayang 
seorang laki-laki ....

Meninggalkan Telomoyo selanjutnya kita akan balik menuju dunia peradaban Ambarawa, melanjutkan perjalanan ke Semarang, istirahat siang, disore hari kita akan jalan-jalan ke simpang 6,  berphoto di Tugu Muda sebagai bukti bahwa ibu kota Jawa Tengah sudah kita kunjungi, lalu mampir ke Lawang Sewu, sebuah gedung berpintu 1000 peninggalan menir Belanda, terus refresh otak ke mall Ciputra di simpang 5 atau Mall Paragon City,mall termegah di Semarang kemudian cari lumpia,wingko babat atau soto bening khas Semarang, kesimpulannya sore ini kita akan santai menikmati kemerdekaan, setelah sekian hari bergerilya naik turun gunung, melihat petani dan penyabit rumput serta ibu-ibu pemikul kayu bakar kini saatnya memandangi gadis kota berbokong semok.....ciiiiiiiiaaaaaattz....nginap  semalaman, besok paginya melanjutkan perjalanan menuju Rembang.




Memasuki kota Rembang kita akan menyaksikan arsitektur bangunan kuno bergaya Tiong-hoa,ini menandakan kalau Rembang adalah sebuah kota tua, Dampo Awang (Wang Cing Hong ) adalah saudagar Tiong-hoa yang memiliki pengaruh besar di Rembang pada jamannya,kita juga akan sempatkan melihat dari dekat kamar pengabadian RA Kartini, dari pusat kota kita harus bergeser sepanjang 300 meter menuju desa Kuthoharjo, menempati salah satu ruangan rumah dinas Bupati Kepala Daerah Tingkat II Rembang.

Jalur Pantura

mengalah demi selamat, jalur pantura rawan kecelakaan, waspada sama yang ini, begitu terdengar suara 'bim' dr arah belakang, segeralah melaju keluar lintasan garis putih menuju rerumputan atau batuan kasar dipinggir jalan, untuk itu ban gundul sangat tidak direkomendasikan, WTB 2,1-2,35, maxiss crossmax 2,1, atau kenda karisma 2,1 sangat bagus buat touring.




Hari berikutnya kita akan beranjak menuju kota Gresik, ada obyek wisata bahari Lasem jika kita memandang ke pesisir,  serta pegunungan Lasem (806) dan gunung Argopuro jika kita menoleh ke daratan, sepanjang perjalanan hingga Tuban kita akan berpuas-puas menikmati panorama Pantai Utara Jawa (PANTURA) sepanjang 84,9 Km, setelah itu masuk Lamongan dan berakhir di kora Gresik dan bermalam di kota yang dijuluki Kota Bandar Tua ini, berkunjung ke pelabuhan menikmati kue pudak atau otak otak bandeng sambil melihat kapal - kapal saudagar tradisional atau kapal phinisi yang kebanyakan berasal dari sulawesi, lalu berphoto di alun-alun kota dan setelah itu beristirahat untuk malam terakhir di tanah Jawa ini setelah menempuh perjalanan sepanjang 169 Km.

Pagi hari berikutnya adalah perjalanan menuju terminal bus Purubaya di desa Bungurasih Sidoarjo, dari tempat menginap di jalan Raden Santri ini kita akan melewati rute : Alun-alun, Jl Malik Ibrahim, Jl Sudirman, Jl Veteran, Jl Romo Kalisari,belok ke Jl Tambak Osowilangun (menghindari jalur Tol SBY Gresik), Jl Kaliande Barat, Jl Tambak Sari, Babadan, Genting, masuk Tol SBY Gresik, Bubutan, Kebon Rojo nembus di Jl Pahlawan, photo-photoan dulu di depan Monumen tugu pahlawan, sekalian breakfast mungkin.


Tugu Pahlawan


Jika ada keinginan melihat jembatan Suramadu, dari Tugu Pahlawan Bubutan in kita masuk Kebon Rojo, Jl Stasiun Kota,Jl Gembong, Kapasari, Kenjeran dan masuk ke jalan Kedung Cowek menuju arah jembatan, baliknya kembali ke Tugu Pahlawan


Suramadu

Dari Tugu Pahlawan perjalanan dilanjutkan menuju terminal Bungurasih melalui Jl Gemblongan, Tunjungan, Jl Gubernur Suryo, Sudirman, Urip Sumoharjo, Jl Raya Darmo (kebun binatang Surabaya), Wonokromo, Jl A Yani, masuk tol Waru Juanda belok ke Jl Raya Galuran menuju terminal.
Terminal Bungurasih yang merupakan terminal bus antar provinsi tersibuk & terbesar di Surabaya (asia), dengan bus Gunung Harta biasanya jadwal keberangkatannya sore (17,30) 12 jam perjalanan menuju Denpasar plus lamanya di penyebrangan ketapang, keesokan harinya per 08:00 kita sudah akan sampai kampung halaman Ubung, yach, kita perdalam lagi nanti, waktu masih panjang....

lumpur Lapindo

be a part of "Partner Sejati"
 lets explore the highest road of Indonesia
only by bike cycling

*
*
*
*
*


Trips :

Day 1,   18, Agst : Go to Jogja
Day 2,   19, Agst :Jogja - Solo, 63,7 Km
Day 3,   20, Agst : Solo - Magelang via Selo, 81,9 Km
Day 4,   21, Agst : Magelang-Borobudur-Wonosobo, 71,7 Km
Day 5,   22, Agst : Wonosobo - Dieng ,25,8 Km, (Break)
Day 6,   23, Agst : Dieng - Telomoyo - Ambarawa, 113 Km
Day 7,   24, Agst : Ambarawa - Semarang, 49,2 Km (break)
Day 8,   25, Agst : Semarang - Rembang ,133 Km
Day 9,   26, Agst : Rembang - Gresik, 169 Km
Day 10, 27, Agst : Gresik - Terminal Bungurasih Sidoarjo, 33 KM
                 Back to Bali
Day 11, 28, Agst: Arrive in Bali

Estimasi Biaya

Tiket bus                                                           :    600,000

Akomodasi
Puspo Nugroho Malioboro                                    - 105.000 
Tune Hotel / Slamet Riyadi solo                           - 150.000
De borobudur Hotel  - Mungkid  /
Hotel Sumber Waras Jl Pemuda 149 MGL               - 170.000
Hotel Arjuna / Jl. Sindoro 7A Wonosobo                - 110.000
Bougenvil Homestay - Dieng                                 - 100,000
Ambarawa                                                          - 50.000
Imam Bonjol Hostel Semarang                               - 110.000
Hotel Puri Indah Rembang Jl Rembang Blora Km 2   - 125.000
Hotel Putra Jaya Jln R Santri 19                             - 140.000

                                                                         : 530.000  (sharing)

Sepeda
Biaya pengiriman                                                : 300.000

Konsumsi @ Rp.60.000  X 10 days                         : 600.000


                                                                total:    2.030.000     

Tips

   hal-hal yg sekiranya perlu dipersiapkan :

*  Pastikan Hub Freehub, BB dan rem dalam kondisi bagus, lakukan servise total sebelum keberangkatan
*  Toolkit set + tang kecil ujung runcing, kuas pembersih groupset 2cm + minyak rantai
*  Sparepart, 1 ban dalam, tambalan ban, pompa, kampas rem, potongan rantai yg sesuai, 1 tali sifter.
*  Pakaian sehari hari  yang  ideal juga buat bersepeda, 2 in 1 : 2/3 stel
*  Lap mandi berbahan kanebo, sabun,shampoo, odol sikat gigi, diodoran, taruh dalam box  anti bocor
*  Gadget multi fungsi (bisa camera, telephone, goegling), charger + power bank
*  P3K (betadyne,kapas, spray anti kram bagi yg hobby kram)
*  Sleeping bag,
*  Kacamata siang malam.
*  Lampu kabut.
*  Spoilerfor / rantai gembok
*  Bag pannier + adaptor (boncengan) // akan ditinggalkan disepeda saat makan, istirahat / pergi ke obyek
*  Hiking Bag  // selalu dibawa u - gadget-dompet-mendaki gunung dsb
*  Identitas KTP + kartu kesehatan (bila ada)
*  Sempritan


Base camp Jogja :

FASSA FAISAL
Pengok PJKA Blok J No.12
Demangan - Gondokusuman
Yogyakarta 55221

Senin, 07 Oktober 2013

PURA AGUNG BLAMBANGAN, PURA GIRI SALAKA ALAS PURWO, HOLYRIDE

Pagi ini Sabtu 5 Oktober 2013, kami bertemu rombongan Bangli yang di komandani pengurus SAMAS Bangli Wayan Wisnaya bersama Pak Saddam serta Pak Taek tepat didepan Pos KP3 Laut Gilimanuk, kemarin rombongan Bangli berangkat pagi dengan route Penelokan Kintamani - Singaraja - Gilimanuk via Pulaki, terakhir diketahui masuk Gilimanuk jam 9 malam, Pak Saddam (73) serta Pak Taek (63) memang rider gaek yang terbilang masih sangat mumpuni di bidang olahpedal, mereka bermalam di pos bus Lorena sementara rombonganku, karena kesibukan masing-masing  sedari awal memang merencanakan keberangkatan malam, pagi tadi aku  masih harus kerja dan pulang agak telat, Aplette juga paginya ngepos, sementara Neket Adhi pergi melaut dari kemaren, hingga jam 9 malam perjalanan baru bisa dimulai, jemput si partner sejati di Pemogan setelah itu baru bisa tancap menuju  base KP3 Gilimanuk, untuk kesekian kalinya nitip armada dan numpang leyeh - leyeh  nunggu waktu disini, gelar kardus di emperan kantor Kasat Humas, sebelah kantin yang tembus langsung ke penjualan tiket parkir pelabuhan, sepeda masih dibiarkan bergelantungan di pintu bagasi belakang, kita putuskan tiduran dulu besok pagi diberesin, mari nikmati istirahat malam yang indah ini bersama semilir angin yang menerbangkan debu dari halaman parkir, kadang angin membawa serta  bau pesing dari kamar mandi sebelah, inilah sorga tidur bagi para petualang pedal.

 Pak Taek, No 2 dari kanan, batal ikut karena KTP kelupaan, 
padahal kita selalu luput dari proses pemeriksaan,
APEC membuat kita sedikit waspada juga, 
apalagi memang ada atensi berbeda dari biasanya
penambahan konsentrasi petugas keamanan dengan melibatkan
 pletonan personil TNI AD

 di geladak ferry menuju Ketapang

Jam 8 pagi di hari kedua  kita sudah tiba di Ketapang tanah Jawi, pelayaran 1 jam yang menyenangkan, lalu seperti biasanya lagi, numpang mandi di pojokan pintu keluar pelabuhan, setelah itu barulah XPDC dimulai, berikut paparannya semoga bisa bermanfaat buat rencana perjalananmu ketempat ini nantinya, selamat menikmati.....



 Perjalanan menuju Blambangan


Pura Agung Blambangan terletak di desa Tembok Rejo kecamatan Muncar kabupaten Banyuwangi, didirikan 11 April 1975 dan diresmikan pada hari raya Kuningan tanggal 28 Juni 1980 diempon 12,966 KK / 65,976 jiwa, adalah pura terbesar dan lambang bangkit kembalinya Hindu di Jawa Timur.

Perjalanan pagi ini dimulai dari pelabuhan Ketapang, belok kiri menuju kota Banyuwangi lanjut ke jurusan Srono, namun rute yang kita lalui tidak sampai ke kota  Srono, Srono memutar ke barat daya lalu belok ketimur dan ketemunya di traffic light selatan pura, jalur ini sangat mudah ditempuh bila menggunakan kendaraan bermotor, namun karena pagi itu lalinnya serasa agak bising dan berdebu, kita sepakati melalui jalur Bandara Blimbing Sari yang adem karena melewati  perumahan penduduk, kebun & persawahan, begitu ambil kiri pada lampu merah setelah petunjuk menuju bandara, nyaris di setiap persimpangan kita harus banyak bertanya, dan semua orang pasti mengetahuinya serta memberi kita informasi, puluhan persimpangan serta proses bertanya inilah  yang membuat perjalanan agak ngadat, 30 Km ditempuh dalam 3 jam, hehehe.... kalo di rata rata'in jadi 10KM/jam,,,,,jalan siput kali yach....???

bentangan persawahan di Tembok Rejo

Jam 11 siang kita sudah sampai di Pura Agung Blambangan, dan langsung diserbu tanpa ampun oleh pedagang sekitar pura, hal yang sama ketika aku tangkil 4 tahun yang lalu bersama rombongan desa adat Ungasan, mau gak mau semuanya harus dijatah, satu saja ada yang gak dapat jualan dia akan protes minta keadilan, yaaa... sudahlah  dibayar saja toh haganya manusiawi, cuman ada positivenya juga, kasi pinjaman bokor serta nawari sendal, nunjuki  tempat mandi pokoke diminta apasaja mau, termasuk ketika rekan kita nyuruh nyiapin sayur pecel pedas dengan telur dadar, semuanya disiapkan dalam tempo singkat, hangat, pedas, paaaas sebagai menu kelaparan....

Bicara soal fasilitas MCK, jangan tanya lagi, sudah standar rumah kost di Ungasan bross, walaupun masih dalam posisi jongkok namun kebersihannya terjaga, ada staff cleaning servicenya juga....cuman ada yang bingung, seorang rekan kita salah masuk kamar, mandinya di tolet perempuan, itu ketahuannya dari suara guyuran airnya, setelah keluar dan ditunjuki tulisannya orangnya ngakak enteng tanpa merasa bersalah.....

Berikut postingan gaya gaya mereka.....


dibawah ini yang paling ganteng..... 


yang muslim tugasnya mengatur transaksi.....

Deal.....


Berikut team Holyride akan mencoba menelusuri sisi mistis kegelapan malam  Alas Purwo, mencoba getar spiritual di situs Kawitan, bagaimana kisah lelaku spiritual mereka, lanjutkan membacanya...



Jam 1 siang, 
kebayang nggak seperti apa panasnya Blambangan, 
panas menyengat ke ubun-ubun, debu beterbangan aspal lengket di roda, kadang aku memilih keluar aspal menuju jalan tanah dipinggir guna menghindari hawa aspal, perjalanan harus dilanjutkan gak kebayang  kalau nanti kemalaman masuk hutan maka semua rintangan harus diterjang termasuk cuaca yang sangat tidak bersahabat ini hingga akhirnya jam 3 sore team jelajah tiba di tapal batas kampung terakhir menuju kawasan Alas Purwo, aku memandang ke selatan ke arah hutan, hanya pohon jati, ini mah biasa kalau dijawa, terpikirkan juga akan hal yang mustahil kalau daerah dekat pantai akan memiliki hutan basah seperti Tahura M Suryo di Cangar Malang atau Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di lereng - lereng Semeru, Bromo hingga Lumajang, sedikit menghibur memang karena sebelumnya yang terbayang di kepala adalah Alas Purwo itu hutan terlebat dan paling angker di tanah jawa benar adanya, setidaknya itu cerita - cerita yang aku dapat dari browsing di internet, nyatanya hanya hutan biasa saja.

Ini warung terakhir, itu juga yang dikatakan si ibu penjaga warung, serta merta aku instruksikan teman - teman buat membeli perlengkapan terutama air atau makanan instan lainnya, jangan sampai kita kelaparan ditengah hutan, pokoknya selagi masih
bisa masuk di tas dibawa saja, sampai - sampai team kerepotan soal urusan ketahanan pangan ini, sering berhenti dijalan karena aqua dan supermi berjatuhan, seperti yang Pak Yusron alami berapa kali harus menyempurnakan ikatan penier belakangnya karena sesekali mereng kekanan sesaat kemudian mereng kekiri mengikuti gerakan pantatnya untuk menjaga keseimbangan, yah....jalan ini sungguh - sungguh  sangat jelek, batu sungai dipecah jadi bongkahan sebesar tempurung kelapa, kemudian di tata sebagai proses pengerasan jalan, karena sebentar lagi rute ini akan diaspal jadi kondisinya mau gak mau berpengaruh terhadap kenyamanan riding kita namun disatu sisi banyak masyarakat disepanjang perjalanan yang jadi kuli pemecah batu, lapangan pekerjaan baru.



Jam 4 sore,
 sesuai rencana rombongan memasuki  gerbang 
Taman Nasional Alas Purwo, ada cas masuk perkepala Rp. 2500, cukup murah jika dibandingkan  lamanya membesarkan kayu - kayu ini, dan diluar dugaan..... disebelahnya ada kantin,
ya ampuuuun......kapooooook

Pura Giri Salaka Alas Purwa letaknya sekitar 500 meter dari ticketing area ini, Pemkab Jatim telah menghibahkan 8 hektar area hutan nasional ini kepada umat Hindu, menurut rencana disepanjang pos ini hingga pura akan dijadikan zona parkir dan fasilitas penunjang lainnya untuk antisifasi lonjakan kedatangan umat Hindu utamanya seminggu sebelum hingga 3 hari setelah hari raya Pagerwesi, puncak piodalan Ida Batara  jatuh di hari Pagerwesi.   
 


Langit memerah disela dedaunan hutan, disambut sekawanan monyet, kamipun melangkahkan kaki menuju balai  panggung di halaman pura, satu minibus rombongan umat Hindu entah dari mana telah menghakhiri persembahyangannya, dan pergi meninggalkan halaman pura.
Sepeda - sepeda  disandarkan di pilar dan di pondasi, tersedia  satu balai balai kayu buat tidur nanti, ada 1 kursi panjang, 2 meja panjang satunya dipakai Mas Yanto, juru sapu  yang sekaligus menjual kopi, minuman, roti serta mie seduh bagi para pemedek.....

ciiiiiiiiiiiaaaaatz....!!! 
tau begini ngapain juga kita berat-berat  
bawa logistik dari jauh.....???

Lalu, Jika aku coba diskripsikan bangunan fisik dari pura ini tidak kalah besarnya dengan Blambangan, di nista mandala ada dapur umum, tempat mandi umum yang cukup bersih juga, ada rumah mangku, rumah khusus pedanda,  di madya mandala ada bale panggung, agak ketimur disisi utara ada balai gong setelah itu baru masuk candi bentar pura menuju utama mandala, bangunan utama pura adalah Padmasana.
Diluar area  pura utama ini, kearah timur sejauh 200 meter adalah  lokasi situs Kawitan itu, batu situs itu dulu diketemukan masyarakat ketika hendak membuka lokasi bercocok tanam, dan banyak masyarakat yang membawa batu-batu itu pulang  buat dijadikan tungku dapur, selang beberapa lama terjadiah wabah penyakit, berdasarkan wangsit yang diterima batu-batu tadi akhirnya dikembalikan lagi ke posisi asalnya, oleh masyarakat tempat tersebut  ditata & dilestarikan hingga kini dan banyak orang utamanya aliran kejawen menyambangi tempat itu buat memohon berkah bahkan pesugihan, malam ini setelah Romo Warsito memandu persembahyangan kami di Pura Giri Salaka, kamipun di tawari untuk mencoba semedi ke situs tersebut dan kami semua setuju, namun bukan buat memohon pesugihan, kami semua sudah merasa hidup layak heheheee..... barangkali hanya untuk merasakan getar spiritualnya saja, atau siapa tau bisa terkoneksi dengan Menak Jinggo.....heheheee

Romo mengadakan Persiapan

setelah itu kami diminta duduk tenang memusatkan 
fikiran mengucapkan Gayatri Mantram atau Om Nama Ciwaya secara terus menerus......dan akupun mengikuti instruksi Romo dengan memilih ucapan "Om Nama Ciwaya" dan kuucapkan terus menerus,  mulanya pelan bahkan seperti orang lagi menghafal saja,  hingga lama kelamaan ucapan itu kian cepat dan akhirnya seakan tidak terkontrol lagi semakin cepat dan semakin tambah cepat bahkan pikiranpun sudah tidak mampu lagi mengendalikan ucapan itu karna mengalir dengan sendirinya hingga akhirnya aku mendengarkan suara genta dikejauhan sana, semakin nyaring dan semakin dekat seperti diatas kepala, setelah itu hutan berubah jadi terang benderang,
namun tiba-tiba kami semua  dibangunkan Romo melalui 
ketukan tiga kali di tanah........











The End

Minggu, 25 Agustus 2013

XPDC Kawah Purba Batur Vulcano Part II

Sukses, walaupun dua rider lokal Tegallalang balik kanan dengan menggunakan jasa ojek dari Penelokan setelah mengalami cedera kram pada kaki....

Minggu, 05 Mei 2013

IJEN on 2nd MISSION, dari agenda lama yang terabaikan hingga akhirnya jadi kenyataan....

Pengalaman dengan  turunan pada 8 Maret silam, ternyata tidak bisa dijadikan referensi ketika mencoba alur baliknya,  mencoba menjajal tanjakannya dari zerro point pelabuhan Ketapang, masuk kecamatan Licin, Jambu hingga Paltuding, ternyata meleset dari perkiraan, "Dahsyat.... ini mirip track Pasar Agung, bedanya ini track menukik dari ketinggian 800 mdpl langsung nancap ke posisi 1850 mdpl sepanjang 8Km tanpa putus - putus" demikian penikmat tanjakan  Gede Cakra & Aplette Hammer memberikan testimoninya.


Start  jam 8 pagi, track  baru bisa terselesaikan jelang jam 2 sore, sudah mengalami krisis air 5Km jelang finish, ambruk tertidur  di  3 Km berikutnya  karena kelelahan dan terserang kantuk berat karena semalaman gak sempat tidur serta  dehidrasi akibat kurangnya suplay air,  walaupun sudah disiasati dengan buka  baju, namun keringat yang deras tetap saja tak terbendung,  hanya seteguk air yang boleh diminum sekedar buat menghalau kering tenggorokan, hal serupa dialami sang master junior Gede Cakra, walau duluan mencapai puncak namun mengaku sempat mengais-ngais botol aqua bekas dengan harapan ada air buangan orang yang tersisa dibotol, sempat juga ditolong pengendara motor yang bersedia menyumbang setengah isi pocarinya, "Duh....tragis nian  nasibmu nak...."?


Apapun deritanya setelah  itu hanya rasa  puas mendalam yang tersisa, sesekali terhibur oleh munculnya monyet hitam dari rerimbunan hutan lebat Cagar Alam Kawah Ijen Merapi  Ungup-Ungup, sangat berkesan, tidur di tenda dengan sleeping bag, sempat mendaki puncak namun akhirnya turun sendirian karena tak sanggup melawan hawa dingin menusuk tulang, sementara dua rekan kita berusaha melanjutkan ekspedisi  dengan cara naik- turun ke gudang timbang kemudian mendaki lagi kepuncak buat mejaga panas badan, bagiku sudah sempat melihat Blue Fire yang lagi gencar-gencarnya di hembuskan buat promo Ijen sudah lebih dari cukup.... melanjutkan tidur ditenda membuatku lebih menikmati perjalanan kali ini, toh tujuan semula memang mengantar mereka.


berikut beberapa petunjuk larangan naik Ijen
Ijen sebenarnya masih ditutup
dengan status siaga
Puncak Ijen Jam 02.00 dinihari
kamera elek-elek kami tidak 
memungkinkan menangkap Blue Fire
dibawah sana



the End.....