Selasa, 18 Maret 2014

SEMBALUN, JEJAK PETUALANGAN GAJAH MADA

Sembalun, sebuah desa di lereng timur Gunung Rinjani, desa yang dibentengi perbukitan tinggi disetiap sisinya seakan memberi kesan kalau desa ini adalah kawasan paling aman bencana utamanya jikalau Rinjani bererupsi kembali, memberi kesan juga sebagai sebuah peradaban tertutup karena lokasi Sembalun di lindungi bentanganan hutan lebat Cagar Alam Gunung Rinjani yang  cukup memberikan getaran magis, keangkerannya akan lebih terasa jika sempat mengalami tertinggal seorang diri dari kawanan di tengah hutan yang sudah wajib basah setelah jam 2 sore itu.


 Sembalun Bumbung, Sembalun Lawang dari Pusuk Sembalun

Desa ini juga terkesan Kuno walaupun peradaban modern sudah mulai masuk, seperti bermunculannya beberapa bangunan villa dan penginapan kecil walau diantaranya pada pintu pagar bertuliskan "ditutup",mungkin karena accupancy yang cenderung turun diluar bulan-bulan pendakian Juni, Juli  hingga Agustus, kontradiksi dari semua itu masih terlihat dari lestarinya rumah-rumah adat yang terlihat lapuk dengan konstruksi rancang bangun utamanya dari kayu, bambu dan atap ilalang, rumah adat  Berugaq Reban Bande, masih dijadikan pusat kegiatan adat masyarakat setempat, pagi itu sepertinya ada semacam kegiatan musyawarah tetua desa, persiapan pemilu legislatif mungkin yach...

Masyarakatnya yang agraris tulen, bertahan diantara bisnis agrowisata yang mulai dikembangkan mungkin oleh pengusaha-pengusaha dari kota, karena faktanya Sembalun adalah pemasok utama sayuran dan buah-buahan  untuk  Mataram yang pastinya sudah dikelola sesuai tehnologi pertanian modern, walaupun beberapa diantaranya warga sudah mulai buka lapak, namun jangan harap bisa mendapatkan makanan hygiene ditempat ini, kandang ternak tak jauh dari rumah tinggal, bau tai sapi kadang tercium saat kita lewat, tak pelak sapipun dengan santainya tidur di badan jalan, banyaknya masyarakat yang memelihara anjing memberi kesan kalau peradaban berburu sepertinya masih relevan dengan aktivitas keseharian warganya. Namun situasi itu hanya akan termonitor jikalau yang lewat adalah pengamat sanitasi seperti aku, kawanan yang lainnya malah dengan entengnya bertanya " dije meli nasi nee...jak ngalih kopi...?" aku bergumam dalam hati, "makan tuh tai sapi", namun sekali lagi memang fakta itu tidak kentara, sirna karena mata awam akan lebih terkesima melihat suasana desa yang... sepertinya tidak begitu banyak berubah pasca kedatangan Gajah Mada ketempat ini sekitar tahun 1300an .... sungguh sulit di uraikan dengan kata-kata, siapa suruh dirimu gak ikut...?

Bersepeda ketempat ini, dari ketinggian Aikmel (50) hingga Pusuk sembalun (1620) bagiku dan kawanan mungkin gak banyak kendala, tapi bagimu mungkin butuh bertapa bertahun-tahun untuk mendapatkan ilmu meringankan tubuh atau mungkin ilmu sa'ifi angin ciptaan si Brama Kumbara itu, tapi bagiku dan kawanan, ini kerja mudah...kalaupun rada terseok-seok mata tinggal putihnya doang hingga geli geli di paha belakang semua itu masih dalam kategori aman terkendali, namun kalo sampai jatuh dibopong-bopong lalu ditariki diujung kaki, enggaklah....

Pusuk Sembalun (1620)

PUSUK SEMBALUN, malam ini aku dan kawanan menginap di tempat ini, ada 2 balai-balai, 1 dapur darurat, ada toilet, monyet, dagang kopi....komplit, malam ini menu kami pop mie sama kopi luwak saset, sebelum ditinggal, sempat diingatkan sama dagang itu, sebaiknya jangan tidur disini, mari nginap ketempat saya, disini rawan, kadang anginnya kenceng, sempat juga diceritain kalo dulu ada sekelompok backpackeran yang ngecamp disini, tapi berujung berantakan, mereka lari terbirit-birit tunggang-langgang, namun saran itu aku tolak secara halus, merasa prihatin, dia titipkan sebuah golok antik, "ini golok warisan leluhur kami, bawa ini, kalau terjadi apa-apa cukup diacungkan didepan pusar, goyang goyangkan keatas dan kebawah, jangan sampai menghunusnya" , pesannya sebelum tinggalkan kami, waktu itu sekitar jam 9an, sempat salah satu kawanan mengajak ikut turun ke desa saja, namun aku tetap berbulat tekad untuk tetap memilih nginap disini tanpa kujelaskan alasannya apa pada mereka,  takut dia jadi menggigil sebelum waktunya, sesungguhnya...aku pengen ketemu Gajah Mada, sharing knowledge tentang dunia politik, tehnik bertani, serta siasat tempur, kawanan tidak pernah tau kalo disekitar tempat ini dulunya adalah lokasi bertapanya GAJAH MADA selama 3 tahun, dalam upayanya membebaskan masyarakat dari gangguan mahluk gaib, yach...fakta mahluk gaib akan tetap muncul kapan saja dimana saja apalagi di puncak pegunungan dipinggiran hutan lebat seperti ini, mungkin itu pula yang mendasari tawaran pedagang tadi buat nginap dirumahnya, okeylah....kalaupun mahluk itu muncul lagi aku sudah siap, logika berpikirku mengatakan, pastinya  dia akan memilih daging segar, empuk dan perjaka tulen...
MANGKAL FREON
...xixixixi



continue...