Selasa, 15 April 2014

PURA MANDARA GIRI SEMERU AGUNG LUMAJANG, NOW BY BIKE...!

Pernah kesini sebanyak tiga kali, pertama dulu ketika masih aktif sebagai Komandan Linmas bersama si sulung, dua bulan lalu bersama ibu-ibu PKK banjar dengan dua anak serta istri tercinta, terakhir yaa sekarang ini dengan menggunakan sepeda, merespon  ide seorang rekan pengurus Samas Bangli, Bapak Wayan Wisnaya, acara dirancang sebulan pasca tour Sembalun, jadilah kita berangkat dengan persiapan masing-masing tak ketinggalan bag panier 12kg tergantung di seat post, berikut  ulasan kisah perjalanan kami selama tiga hari, semoga bisa jadi referensi bagi rekan-rekan utamanya pesepeda Bali yang ingin mencobanya...

Day 1 : KETAPANG - BESUKI
Sabtu, 12 April 2014 : 170 Km

Sepertinya yang layak dijadikan selling point untuk track ini adalah Taman Nasional Baluran, dulu lebih dikenal dengan sebutan hutan jati yang kalau saya ceritakan tingkat kerawanan kejahatan seperti rampok dan bajing loncatnya plus kisah mistis  yang katanya sering dialami pengendara disepanjang jalur ini plus lagi serangkaian kecelakaan yang juga di kait-kaitkan dengan keangkeran tempat ini akan menyurutkan niat kita untuk datang kesini, nyatanya hutan sepanjang kurang lebih 20 Km ini adalah kawasan berhawa sangat sejuk yang damai walaupun banyak mobil lalu lalang namun itu tidak begitu mengganggu kenyamanan bersepeda kita, kiri kanan jalan akan banyak dijumpai para petani penyabit rumput, tersedia beberapa bale-bale yang terlihat digunakan pengendara motor untuk rebahan karena kelelahan menempuh jarak panjang, ditiap 500M akan ada pos-pos Polhut yang dijaga 24 jam, bahkan sesuai hasil investigasi saya dengan salah seorang petugas jaga, seringkali pengendara yang kemalaman menginap disitu, tempatnya cukup besar ada beranda jaga dibagian depan, ada ruang menerima tamu dan agak kedalam ada tempat tidur berupa bangku kayu dengan segulung tikar, pengen coba juga gimana yaa rasanya tidur di hutan jati ini, yang perlu dicatat bahwasannya disini tidak akan kita jumpai warung ataupun lapak pedagang, jadi urusan pangan utamanya air harus sudah komplit ketika mulai masuk batas hutan, jika datang dari arah Watu Dodol bisa dibeli di desa terakhir Bajul Mati atau kalau dari arah barat bisa dibeli di Banyu Putih.



Day 2 : BESUKI - SENDURO, LUMAJANG
Minggu 13 April 2014 : 130 Km

Sepertinya tidak ada yang menarik disepanjang jalur ini, panas, kering, truk-truk gandeng, puluhan orang gila disepanjang perjalanan, kelelahan, jenuh, bahkan ada yang menderita diare....heheheee, ga ada yang menarik buat di share, mungkin karena dulu juga sudah pernah melewati jalur ini bersama master touring dari Jombang Yusron, siangnya sempat tiduran di pantai kebanggaan masyarakat  Situbondo, Pasir Putih, dulu dikenal dengan PAPIN, Pasir Putih Indah, gak ada kunjungan padahal ini hari Minggu, hanya ada 1 pasangan usia subur dari Bondowoso, sungguh sebuah usaha & kerja keras juga sekedar untuk menikmati salah satu pantai terbaik di Jatim selain Plengkung & Trianggulasi mereka harus menempuh jarak yang lumayan jauh.


 PLTU Paiton


Tanjakan 22 Km dari kota Lumajang menuju Senduro seakan cukup buat melepas kerinduan kami akan gear kecil, jalur ini juga cukup sejuk dengan tanaman hutan produksi di kiri kanan jalan.

Sampai di Pura disambut si Yono, juru sapu pura dan langsung diantar menuju balai panggung lewat jalan belakang, di tunjuki tempat mandi komplit segala informasi, 
langsung dech persiapan....

Yono- juru sapu juga juru canang pura (yang kanan yaaa....)
siap melayani kebutuhan pemedek

Bersama Romo....(engsap)

Day 3 : LUMAJANG - KETAPANG
Senen 14 April 2014; 220 Km

Nah....ini perjalanan habis-habisan, rencana semula hanya sampai Genteng, tapi sepertinya fisik mendukung, hari ini meningalkan pura agak telat, jam 8.30 baru selesai sembahyang mohon pamit kehadapan Ida Batara Sasuhunan sane malinggih ring Mandara Giri Semeru Agung, mangde rahayu ring pamargi budal ke Bali....

Alun-alun kota Jember


Jalur pulang cukup menarik, ada jalur kenceng Lumajang - Jatiroto - Jember sepanjang 60Km, ada tanjakan 10Km dari Sempolan hingga Gumitir (750), selanjutnya jalan menurun menuju Kalibaru, Glenmore hingga Genteng, speed nempel di 35-40....Wow...!, jelang malam masuk Genteng, istirahat ngadem disebuah toko circle, biasa di sepanjang perjalanan tour kali ini circle jadi semacam stop point, runding kali runding lalu diputuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Banyuwangi, berencana nantinya akan bermalam di kota gandrung itu.
Jelang jam 8 malam kami memasuki kota Banyuwangi, perut minta di isi, lokasi yang dipilih alun-alun kota Banyuwangi sambil malas-malasan menikmati pemandangan gadis-gadis  Banyuwangi yang ciamik habis....!
Kini tiba saatnya tentukan hotel yang layak, beberapa informasi dikumpulkan, mulai dari pedagang lalapan, tukang parkir, hingga para ABG-ABG itu, keputusan si creator acara tambah kontroversi,  malam ini juga kita menuju Ketapang lalu  nyebrang ke Bali, alasannya 'dah kebelet rindu sama mamak dirumah...'beh.....pragat beee timpal dadi korban.....!


 
Total distances : 526.05 Km
Averages Speed : 22.2 Km/H






Sampai Jumpa di Dieng
Agustus 2014

Selasa, 18 Maret 2014

SEMBALUN, JEJAK PETUALANGAN GAJAH MADA

Sembalun, sebuah desa di lereng timur Gunung Rinjani, desa yang dibentengi perbukitan tinggi disetiap sisinya seakan memberi kesan kalau desa ini adalah kawasan paling aman bencana utamanya jikalau Rinjani bererupsi kembali, memberi kesan juga sebagai sebuah peradaban tertutup karena lokasi Sembalun di lindungi bentanganan hutan lebat Cagar Alam Gunung Rinjani yang  cukup memberikan getaran magis, keangkerannya akan lebih terasa jika sempat mengalami tertinggal seorang diri dari kawanan di tengah hutan yang sudah wajib basah setelah jam 2 sore itu.


 Sembalun Bumbung, Sembalun Lawang dari Pusuk Sembalun

Desa ini juga terkesan Kuno walaupun peradaban modern sudah mulai masuk, seperti bermunculannya beberapa bangunan villa dan penginapan kecil walau diantaranya pada pintu pagar bertuliskan "ditutup",mungkin karena accupancy yang cenderung turun diluar bulan-bulan pendakian Juni, Juli  hingga Agustus, kontradiksi dari semua itu masih terlihat dari lestarinya rumah-rumah adat yang terlihat lapuk dengan konstruksi rancang bangun utamanya dari kayu, bambu dan atap ilalang, rumah adat  Berugaq Reban Bande, masih dijadikan pusat kegiatan adat masyarakat setempat, pagi itu sepertinya ada semacam kegiatan musyawarah tetua desa, persiapan pemilu legislatif mungkin yach...

Masyarakatnya yang agraris tulen, bertahan diantara bisnis agrowisata yang mulai dikembangkan mungkin oleh pengusaha-pengusaha dari kota, karena faktanya Sembalun adalah pemasok utama sayuran dan buah-buahan  untuk  Mataram yang pastinya sudah dikelola sesuai tehnologi pertanian modern, walaupun beberapa diantaranya warga sudah mulai buka lapak, namun jangan harap bisa mendapatkan makanan hygiene ditempat ini, kandang ternak tak jauh dari rumah tinggal, bau tai sapi kadang tercium saat kita lewat, tak pelak sapipun dengan santainya tidur di badan jalan, banyaknya masyarakat yang memelihara anjing memberi kesan kalau peradaban berburu sepertinya masih relevan dengan aktivitas keseharian warganya. Namun situasi itu hanya akan termonitor jikalau yang lewat adalah pengamat sanitasi seperti aku, kawanan yang lainnya malah dengan entengnya bertanya " dije meli nasi nee...jak ngalih kopi...?" aku bergumam dalam hati, "makan tuh tai sapi", namun sekali lagi memang fakta itu tidak kentara, sirna karena mata awam akan lebih terkesima melihat suasana desa yang... sepertinya tidak begitu banyak berubah pasca kedatangan Gajah Mada ketempat ini sekitar tahun 1300an .... sungguh sulit di uraikan dengan kata-kata, siapa suruh dirimu gak ikut...?

Bersepeda ketempat ini, dari ketinggian Aikmel (50) hingga Pusuk sembalun (1620) bagiku dan kawanan mungkin gak banyak kendala, tapi bagimu mungkin butuh bertapa bertahun-tahun untuk mendapatkan ilmu meringankan tubuh atau mungkin ilmu sa'ifi angin ciptaan si Brama Kumbara itu, tapi bagiku dan kawanan, ini kerja mudah...kalaupun rada terseok-seok mata tinggal putihnya doang hingga geli geli di paha belakang semua itu masih dalam kategori aman terkendali, namun kalo sampai jatuh dibopong-bopong lalu ditariki diujung kaki, enggaklah....

Pusuk Sembalun (1620)

PUSUK SEMBALUN, malam ini aku dan kawanan menginap di tempat ini, ada 2 balai-balai, 1 dapur darurat, ada toilet, monyet, dagang kopi....komplit, malam ini menu kami pop mie sama kopi luwak saset, sebelum ditinggal, sempat diingatkan sama dagang itu, sebaiknya jangan tidur disini, mari nginap ketempat saya, disini rawan, kadang anginnya kenceng, sempat juga diceritain kalo dulu ada sekelompok backpackeran yang ngecamp disini, tapi berujung berantakan, mereka lari terbirit-birit tunggang-langgang, namun saran itu aku tolak secara halus, merasa prihatin, dia titipkan sebuah golok antik, "ini golok warisan leluhur kami, bawa ini, kalau terjadi apa-apa cukup diacungkan didepan pusar, goyang goyangkan keatas dan kebawah, jangan sampai menghunusnya" , pesannya sebelum tinggalkan kami, waktu itu sekitar jam 9an, sempat salah satu kawanan mengajak ikut turun ke desa saja, namun aku tetap berbulat tekad untuk tetap memilih nginap disini tanpa kujelaskan alasannya apa pada mereka,  takut dia jadi menggigil sebelum waktunya, sesungguhnya...aku pengen ketemu Gajah Mada, sharing knowledge tentang dunia politik, tehnik bertani, serta siasat tempur, kawanan tidak pernah tau kalo disekitar tempat ini dulunya adalah lokasi bertapanya GAJAH MADA selama 3 tahun, dalam upayanya membebaskan masyarakat dari gangguan mahluk gaib, yach...fakta mahluk gaib akan tetap muncul kapan saja dimana saja apalagi di puncak pegunungan dipinggiran hutan lebat seperti ini, mungkin itu pula yang mendasari tawaran pedagang tadi buat nginap dirumahnya, okeylah....kalaupun mahluk itu muncul lagi aku sudah siap, logika berpikirku mengatakan, pastinya  dia akan memilih daging segar, empuk dan perjaka tulen...
MANGKAL FREON
...xixixixi



continue...