Senin, 04 Maret 2013

Bukit Teletubies, Ranupani & Cagar Alam Bromo Tengger Semeru

Jam 7 pagi dilautan pasir dinginnya luar biasa, sempat hendak menaiki kawah bromo niatpun diurungkan, kalau naik dipastikan jam 10 baru selesai, kejar waktu,kekhawatiran akan mengeringnya pasir dan menjadi debu beterbangan yang katanya bisa bikin gatal luar biasa itu membuatku memutar haluan untuk segera menuju bukit teletubies, lokasi ini berada bersebelahan punggung dengan kawah bromo artinya kita harus mengitari sisi utara & timur bromo yang merupakan gurun pasir, sedangkan bukit  teletubies itu sendiri ada disisi selatan, yang merupakan hamparan rumput menghijau yang segar, aku tidak megerti bagaimana perbedaan kondisi alam ini bisa terjadi padahal sama sama ada dalam lingkaran kaldera Bromo, bukit teletubies adalah akses menuju Lumajang dengan menaiki dinding kaldera setinggi 300-an meter hingga sampai  pertigaan Jampang, pertigaan Jampang adalah akses menuju Ngadas tembus di Tumpang Malang sementara satunya lagi menuju Ranupani sebuah desa siaga bencana dilereng Semeru.

Ranupani menurutku desa yang terisolir, desa yang termasuk wilayah kecamatan Senduro kabupaten Lumajang itu hanya bisa di capai melalui Ngadas dan Senduro yang sama sama bermedan sulit, melalui Ngadas adalah jalur melipir bibir kaldera Bromo disisi timur dengan kondisi selalu berkabut dan jalur yang katanya extreem banget dengan total jalan makadamnya, sementara melalui Senduro adalah menembus lebatnya belantara hutan konservasi Bromo Tengger Semeru yang lembab, sempit, serem & masih perawan.

Sepanjang pengamatanku saat berada disana akses ke Ranupani kebanyakan dari Ngadas, dagang jajanan, motor & beberapa kendaraan pengangkut sayur serta truk pengangkut pupuk masuknya melalui Ngadas, sementara ketika aku melewati jalanan ditengah hutan menuju Senduro itu aku hanya berpapasan dengan 5 kendaraan bermotor, 2 diantaranya kuperkirakan pendaki semeru sedang 3 lainnya pastilah penduduk Ranupani.

Melewati kawasan hutan sepanjang 30 Km ini aku merasakan kondisi hutan purba, itu terlihat dari pepohonannya yang sangat tua dan berdiameter besar, pakis serta lumut bergelantungan di dahannya, tak seorangpun pemburu atau perambah yang kutemui terkecuali 2 orang penduduk Ranupani yang lagi bertugas sebagai pekerja sosial membersihkan tanah longsoran yang menutupi jalan, itu sudah jarak sekitar 20 km dari desa Ranupani, aku sempat dialog dengan mereka semula kukira petugas Perhutani tetapi nyatanya mereka penduduk desa yang ditugaskan ketua RTnya untuk membersihkan jalur itu, setiap warga sudah ditentukan bagian tanggung jawabnya, itu juga kuketahui dari dipasangnya nama nama mereka disepanjang jalan yang rusak dengan jarak perorang 20an meter, aku mengerti setelahnya kenapa penduduk Ranupani begitu perhatian dengan jalan yang saat kulewati dibeberapa tempat kondisinya tertutup longsoran tanah  itu dikarenakan penduduk Ranupani mempergunakan akses itu untuk kepentingan ekonomi perdagangan hasil-hasil pertanian terutama sayur mayur.

Bagiku hutan ini adalah hutan terlebat dan terpanjang yang pernah kumasuki, jauh lebih lebat ketimbang Tahura M Suryo di Cangar Malang, disini sempat kulihat sekumpulan monyet hitam, namun aku tidak sempat mengabadikannya karena mereka begitu cepat menghilang di balik rerimbunan & sepertinya kurang akrab dengan manusia, aku sempat kepikiran, hutan selebat ini pastilah ada binatang buasnya seperti macan tutul jawa atau macan kumbang yang umumnya ditemukan di beberapa hutan konservasi pegunungan di Pulau Jawa, tetapi jangan khawatir, sudah jadi kebiasaanku untuk tidak sarapan dengan daging & menghindari mandi pagi kalau mau masuk hutan, itu supaya bau khas manusia tetap terjaga, macan tidak suka bau manusia, manusia bau kambing itu bukan karena jarang  mandi akan tetapi karena doyan sate kambing, heheheee....

Habis track hutan tersebut perasaan lega akan terasa begitu palang batas cagar alam terbaca, artinya aku sudah sampai di dunia peradaban lagi & akan berjumpa dengan aktifitas penduduk dan warung buat beli beli sesuatu, desa pertama adalah desa Burno kemudian disusul desa desa lainnya hingga terakhir tibalah  aku di pasar kecamatan Senduro, tepat jam 12, makan  siangpun digelar, kali ini boleh makan daging sepuasnya, karena nanti macan hutan Jember walaupun lebih liar & beringas  namun dengan manusia jauh lebih bisa diajak kompromi & mengerti satu sama lain.

Track hari ini berakhir di Maesan, setelah petang ini kami nikmati  3 potong ayam crispy di Jalan Slamet Riyadi Jember 18 Km menuju Maesan, dan sepanjang perjalanan aku diguyur hujan lebat dengan LPJ mati.

Lautan Pasir


 Bukit Teletubies - Jampang



Ranupani
tempat sesajen suku Tengger


Pura disamping danau,
 Danau Ranupani ini semula kukira tempat yang indah
nyatanya sangat jorok dan menjijikkan, 
dikarenakan banyak sampah serta limbah penduduk
perumahan mengalir ke danau ini,
 air danau ini dan pura disebelahnya adalah sumber patirtan
 setiap upacara di pura Semeru Agung Lumajang 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar