Rabu, 06 Maret 2013

Ijen, Kayuhan terakhir yang melelahkan

Ijen dari Maesan, dikota kecamatan Maesan yang kecil ini aku bermalam di rumah mertua Pak Yusron, perempuan tua ini tinggal sendirian menunggui rumah, tadi pas datang orangnya gak ada, Pak Yusron mencarinya di rumah sebelah, rumah nenek, kalau hujan dengan halilintar begini dia gak berani tidur sendirian, jadinya ngungsi, rumah ini cukup besar dengan 3 kamar tidur ada juga ruang tamu serta ruang keluarga sekalian sebagai tempat makan, dapur sama kamar mandi ada di bagian belakang, kebersihannya cukup terjaga walaupun  ada bagian tertentu yang bocor, maklum ngga ada yang diandalin buat manjat atap, suami ibu ini sudah tiada, anak laki juga gak punya, sementara kedua anak perempuannya semua ikut lakinya, rumah yang ini bagian dari istrinya Pak Yusron, kelak, Pak Yusron akan tinggal dan bikin garment besar disini, wedding dress hasil karyanya yang kini sudah di export kecil-kecilan hingga Jepang dan New Zealand  serta pakaian drumband langganan hampir semua sekolahan SD se kodya dan kabupaten kota di Bali semuanya akan di produksi dari sini, jadi nantinya hanya sesekali saja Pak Yusron datang ke Bali buat promo, sebagian waktu akan lebih banyak di habiskan di Jakarta dan luar negeri, sukses bro....!!

73 Km menuju Ijen, harus disiasati dengan berangkat agak pagi, tapi karena ibu ini menyiapkan sarapan pagiku jam 8 baru bisa tinggalkan Maesan, rute ke Ijen dimulai dari arah ke utara jurusan Bondowoso, didepan Polsek Tamanan ada pertigaan turun saja ke timur arah Pujer-Sukosari, dari sini petunjuk menuju Kawah Ijen sudah mulai terpasang disetiap persimpangan jalan, tinggal diikuti dengan mudah.

Masuk Sukosari area perkebunan kopi & karet sudah mulai ditemui disepanjang perjalanan, habis itu barulah tanjakan berliku ditengah hutan lebat, namun jangan khawatir, walupun disini jalurnya sepi namun sesekali ada saja motor dan mobil yang lewat, mereka sebagian ke tujuan kecamatan Sempol dan sebagiannya adalah para pekerja perkebunan yang bertebaran disepanjang jalur ini hingga 3 Km jelang Paltuding, area perkebunan ini kebanyakan dikelola oleh pengusaha-pengusaha Cines Malang & Surabaya, sementara mayoritas pekerjanya adalah orang orang Madura & Jember, jangan khawatir lagi, mereka semua baik-baik dan selalu mau berhenti jika kita hendak menayakan sesuatu terutama tentang informasi perjalanan.

Semula aku menduga tanjakan kelak kelok  ini adalah jalan menaiki Ijen, aku malah membayangkan paling enggak sudah mencapai setengah dari ketinggiannya, jam 12 siang kuputuskan berhenti ditengah hutan ini guna menikmati roti serta sebotol madu yang tadi kubeli sebelum masuk hutan, harga perbotolnya 45 ribu, murah yaa.... jadi itulah satu satunya sumber energi yang jadi handalan, karena membeli makanan disepanjang hutan ini tentu saja  tidak ada, karena hutan ini adalah hutan lindung pastinya dilarang dibuka buat pemukiman termasuk buka warung, jadi spekulasinya, kalo madu ini ternyata bercampur gula maka perut akan kembung, kita tunggu reaksinya....

Tuntas hutan lebat itu, aku melihat plang "Selamat Datang di Kecamatan Sempol", selanjutnya adalah jalan menurun melipir tebing, memandang ke arah timur kulihat dua gunung strato vulcano berjejeran, terakhir baru ku ketahui kalau itu gunung Ijen dan satunya gunung Raung, bila meyeberang ferry ketapang Gilimanuk menoleh ke arah pulau Jawa akan nampak ke dua gunung tersebut, yg di sebelah utaranya itu Ijen, jalan menurun berliku ini berakhir di area perkebunan Kalisat/Jampit, area perkebunan yang juga dibuka buat obyek wisata agro ini adalah milik PT Perkebunan Nusantara XII (PERSERO) sebuah  BUMN milik Kabupaten Bondowoso, didominasi tananam kopi arabica, disini juga tersedia hotel namun informasi harganya diatas 300.000-an, agak ketimur sedikit ada pertigaan, disebelah kantor Koramil Sempol ada warung Jawa Barokah, nah disitulah aku beristirahat lagi sambil menikmati nasi dengan daging ayam dan kuah ceker, tambahan energi baru  buat persiapan nanjak Ijen selain madu tadi, sesuai data hasil investigasi google maps, paling enggak tersisa 24 Km lagi, aku juga dapat info kalau 5 Km setelah ini ada obyek wisata air panas Belawan, namun mencapainya harus  turun kekiri sejauh 4km, kupikir tidak ada waktu untuk mengunjunginya.

Jam 3 sore baru menapak pangkal Ijen, sebetulnya hari ini target naik dengan sisa sisa tenaga yang ada, semalam melawan hujan sepanjang 20 Km dari Jember hingga Maesan, beban pakaian hari ini jadi berat karena kondisinya yang basah gak sempat di jemur, sebelumya Kelud tidak memporsir banyak energi, namun menuntaskannya butuh waktu 2 hari disamping karena persedur Kelud menerapkan  aturan berkunjung tersendiri, track yng dilalui adalah melalui 3 kabupaten, dari Malang harus melalui Blitar kemudian masuk Kediri, pulangnya ambil jalur melingkar sisi utara membelah gunung Butak naik ke Pujon (1200) yang kalau di Bali tracknya mirip dari Busungbiu hingga Bedugul, cukup juga menguras energi, setelah Kelud barulah habis-habisan di Bromo, jalur yng dipilih adalah track terpanjang dan tertinggi, Penanjakan dari arah Nongkojajar - Pakis - Malang.

Menyelesaikan Ijen dengan tertatih tatih, kami sudah benar-benar kehabisan tenaga, pola makan yang  jauh dari asupan gizi standar bersepeda, kehabisan suplemet, sesekali hanya pocari dan roti warungan, di jalur Ijen ini  konsentrasi & fisik sudah sangat menurun dan droff, salah shifting, kadang berhenti buat mengenakan jaket sebentar kemudian membukanya kembali, bidon sering jatuh seperti di mainin wong samar, heheee.... berhenti buat memperbaiki bike pinier karna nyentuh ke jari-jari, di perjalanan terkadang asik genjot sendiri & ketika menoleh kebelakang rekanan tertinggal sangat jauh & harus saling tunggu serta saling menyemangati, menghayal berada disuasana yang berbeda sementara kaki  mengayuh dengan sendirinya, pokoknya di gunung terakhir ini semua kisah ada, komplit.

Jam 7 malam aku sudah masuk Paltuding, nampak beberapa unit bangunan terlihat tanpa penghuni, persis suasana sebuah negeri kalah perang, aku sempat putus asa apa benar ini Paltuding...?? lama terdiam dan warung di sebelah sana tiba tiba menyalakan lampunya, dan legalah rasanya melihat ditempat ini ternyata ada kehidupan, aku segera mendorong sepedaku kewarung itu, order mie goreng telor, segelas kopi pahit dan menikmatinya sambil menghangatkan badan di depan tungku masaknya yang berukuran besar terakhir kuketahui dia bernama Pa'im, asal Banyuwangi dan menetap di sini bersama keluarganya, berjualan makanan dan menghandel pendaki-pendaki Ijen.

Malam ini aku tidur dalam suhu 12 derajat celcius, besok waktunya menapak puncak Ijen, sebetulnya dilarang namun banyak wisatawan yang tidak peduli peringatan itu, okehlah.... kita lihat saja besok, huffs...aku mencium bau belerang kupikir ini bau dari kawah Ijen, heeeee......Pak Yusron yang kentut.


 petunjuk seperti ini akan anda jumpai di perjalanan

 istirahat siang di tengah hutan 

 area akhir tanjakan / hutan belantara

 Obyek agro Jampit

 Jelang tanjakan Ijen

 kurang lebih ada 5 Pos pemeriksaan dari Jampit Hingga Paltuding
setiap masuk pengelolaan perkebunan berikutnya akan ada pos pemeriksaan
ini pos terakhir 3 km menuju Paltuding, securitynya orang Madura

 air sungai hijau tossa, aliran dari kawah Ijen

 Ijen di tutup sementara

 Pa'im lagi mangan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar