Jumat, 08 Maret 2013

Ijen, Penghujung Ekspedisi Tiga Puncak di Jawa Timur

Semalam sempat minta Pa'Im buat mbangunin pagi pagi, beliau janji kalau dapat tamu ke puncak aku akan di bangunin, biasanya sekitar jam 2-an dinihari,  namun di akhir percakapan aku batalkan niat itu, "Gak jadi dah Pa'Im, sepertinya aku sangat capek, gak mungkin bisa bangun jam segitu" dan pagi itu sekitar jam 5 karena gak kuat menahan dingin akupun mengintip ke arah warung dari jendela kamar, "Pa'Im sudah buka warung, mending aku bangun buat nyari kopi", dan akupun merapat ke sana langsung ngeloyor ke depan tungku besar itu, ada tiga batang kayu bakar dari  pohon karet seukuran pahaku serta ranting-ranting kecil buat penyulut nyala api, ranting ranting itupun kudorong lebih kedalam lagi sedikit demi sedikit agar nyala api tetap besar,dua jari jemari hampir menutupi mulut tungku persis penari kecak, dulu sering melakukan ini ketika ikut Ibu memasak, sekarang tungku didapurku hanya dibuat dalam bentuk miniatur sebagai simbolis saja. 

"Pa,Im dah naik, situ bilang gak jadi ikut mangkanya saya gak suruh Pa'Im mbangunin" kata Bu'Im, "Ngga apa apa Bu, ntar naik sendiri saja, sekarang tolong buatin kopi sama mie goreng dikasi kuah telornya tiga", pintaku, sebentar kemudian kopipun tersedia dan dengan mudahnya ku teguk kopi itu karena sudah tidak terasa panas lagi, mie goreng jadi, aku pindah ke bangku depan dengan gaya berlagak nyantai, meniru tingkah laku dua bule Perancis laki perempuan yang lagi menikmati bungkusan yang dia bawa, disini dia hanya order teh hangat saja.

Obrol punya obrol dengan guide yang orang Banyuwangi itu akhirnya aku diterima untuk gabung bersamanya, "Dia sudah sering bawa tamu ke puncak, jadi sudah hafal betul tracknya, dan akupun dapat pemandu gratis", pikirku.

Aku membayangkan track pendakian Ijen sebagai mana layaknya pendakian ditempat lain, ternyata ini mirip jogging track, jalannya lebar 2,5 meteran, jadi sama sekali tidak ada kesulitan mendakinya, hanya berjarak sekitar 3 km-lah dan itupun hanya berupa jalan tanjakan  diawal track sekitar 500 meteran, sisanya tinggal meliuk liuk naik sedikit demi sedikit.

Jam 7 pagi ini ketika hendak naik pas lagi ramai-ramainya lalu lalang pencari belerang, sebagian mereka malah sudah ada yang turun, ada yang mensiasati dengan membawa 2 set keranjang pemikul sekaligus, setelah terisi satu mereka taruh sembarangan di bibir kawah kadang di sepanjang jalur pendakian, kemudian balik lagi ke dasar kawah buat isi keranjang satunya lagi, katanya sih strategi buat antisipasi  asap akan naik, itu juga tergantung dari arah angin, jika angin bertiup ke danau maka asap akan menjauh dari posisi kita, namun jika sebaliknya asap akan menutupi jalan turun, biasanya jam 2 sore sudah sama sekali tidak bisa ngapa ngapain, tidak hanya asap, gas beracun juga sudah mulai naik hingga bibir kawah.

Hanya butuh 40 menit  mencapai puncak, 1 jam  menikmati hijau tossa  air danau dengan asapnya yang mengepul tiada henti, aku tidak turun ke lokasi pengambilan belerang, terlalu dalam dan angin juga bertiup cukup kencang  kadang mampu menggeser posisi berdiri kita, "yach... cukup dari atas sini saja toh aktifitas mereka sudah terlihat".

Puas menikmati pemandangan danau akupun balik turun, view teluk Alas Purwo terlihat jelas, disampingku gunung Kiranti, di depan sana gunung Raung diselimuti awan tipis, sungguh fantastic, sampai dibawah akupun langsung kemas-kemas buat lanjutkan perjalanan menuju Banyuwangi.

Perjalanan pulang melalui track Jambu - Licin hingga zerro point penitipan motor di stasiun Karang Asem, dalam 14 km perjalanan awal menyusuri hutan yang masih terbilang asri, setelah itu jalan perkampungan dengan kebun kopinya, jalan cukup  bagus cuman ditempat tertentu aku harus menuntun sepeda karena kondisi rem sudah sangat memprihatinkan, siang ini transportasi menuju Paltuding terhambat karena sebuah pohon besar tumbang melintang jalan, padahal rencana awal aku ingin numpang pick-up sayur atau truk pengangkut belerang saja, apalagi karakteristik Jalur Paltuding hingga stasiun KA Karang Asem  adalah  jalan  menurun berjarak hingga 31 km, track bersepeda yang paling tidak aku sukai.  

sebenarya masih dilarang....

bersama salah seorang pencari belerang



 Gunung Kiranti, Gunung Raung disaput awan

 patuhilah larangan bahaya....


 berikut gambaran track pulang jalur Banyuwangi....

ditinggal pemiliknya, entah kemana...
terlihat bayangan merah di rerimbunan....
 ternyata bang Yusron....
the
........END 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar